Posted by: tsdipura | May 29, 2020

Jenis dan Hukum Air

بسمالله الرحمن الرحيم

Jenis dan Hukum Air

Matan Safiinah an-Naja terkait air dari sisi banyak atau sedikit:

  فَصْلٌ: المَاءُ قَلِيْلٌ وَكَثِيْرٌ: القَلِيْلُ مَا دُوْنَ الْقُلَّتَيْنٍ, وَالْكَثِيْرُ قُلَّتَيْنٍ فَأَكْثَرُ. وَالْقَلِيْلُ يَتَنَجَّسُ بِوُقُوْعِ النَّجَاسَةُ فِيْهِ وَإِنْ لَمْ يَتَغَيَّرْ, وَالْكَثِيْرُلَا يَتَنَجَّسُ إِلًّا إِذَا تَغَيَّرَ طَعْمُهُ أَوْ لَوْنُهُ أَوْ رِيْحُهُ

Air[1] terbagi menjadi dua[2] yaitu air yang sedikit dan yang banyak: Air yang sedikit adalah yang kurang dari dua kulah, dan air yang banyak mencapai dua kulah atau lebih. Air yang sedikit menjadi najis dengan masuknya najis meskipun air itu tidak berubah[3]. Sedangkan air yang banyak tidak menjadi najis kecuali jika berubah rasanya, warnanya, dan baunya[4].


ِCatatan Kaki (dari Nail ar-Raja syarh Safiinah an-Naja karya Ahmad bin Umar asy-Syatiri):

[1] [Apa itu ‘air’]

Ahmad asy-Syatiri:”Sesuatu yang lembut transparan, memiliki warna sesuai wadahnya, Allah menciptakan kenikmatan hilangnya dahaga ketika meminumnya (جَوْهَرٌ لَطِيْفٌ شَفَّافٌ يَتَلَوَّنُ بِلَوْنٍ إِنَاءِهِ يَخْلُقُ اللَهُ الرِّيَّ عِنْدَ تَنَاوُلِهِ).”

[2] [Pembagian air secara hukum, dan batas ukurannya ?]

Ahmad asy-Syatiri:”Bahwa air secara hukum terbagi kedalam dua jenis yaitu air yang sedikit (قَلِيْلًا) dan air yang banyak (كَثِيْرًا). Air yang sedikit adalah air yang kurang dari dua kulah syar’i dan memiliki hukum sendiri. Sedangkan air yang banyak adalah air yang melebihi dua kulah atau lebih yang juga memiliki hukum sendiri.”

[Apa itu ‘kulah’ dan ukurannya?]

Ahmad asy-Syatiri:”al-kullataan (الكُلَّتَانُ) secara bahasa artinya dua wadah air yang besar (gentong). Secara syar’i: air dengan volume kira-kira 500 ritel Baghdad (kota masyhur di Iraq), atau kira-kira 562 ritel Tariim (kota di Yaman). Atau air dengan ukuran wadah  berbetuk kotak dengan tinggi, lebar, dan kedalaman satu seperempat hasta, atau bila berbentuk silinder maka dengan diameter satu hasta dan kedalaman satu setengah hasta. Ukurang hasta yang digunakan adalah hasta dari lengan orang umumnya (اليَدُّ المُعْتَدِلُ) yang tidak terlalu pendek atau terlalu panjang.”

Dr. Labib Najib Abdullah:”Satu hasta sekitar 48cm, sehingga satu seperempat hasta sekitar 60cm”.

[3] [Hukum dari air yang sedikit]

Ahmad asy-Syatiri:” Bahwa hukum air yang sedikit adalah air tersebut akan menjadi najis karena bersentuhan dengan najis meskipun air tersebut tidak berubah. Hal ini apabila najis yang dimaksud bukanlah najis yang dimaafkan (مَعْفُوًّا) dan bukan pada kondisi dimana air yang tumpah pada najis (وَارِدًا).

Najis-najis yang dimaafkan misalnya:

  • Najis yang tidak terlihat secara kasat mata, yaitu oleh mata biasa. Hal ini secara mutlak untuk semua najis menurut Syamsuddin ar-Ramli, sementara Ibnu Hajar al-Haitami berpendapat hanya berlaku untuk najis yang bukan najis berat () yaitu najis dari babi atau anjing.”
  • Bangkai dari hewan yang tidak mengalir darahnya apabila dicabut/dibelah sebagian anggota tubuhnya ketika masih hidup. Misalnya kecoa atau yang lebih kecil lagi.

Dimaafkannya najis-najis diatas dengan syarat (لَكِنْ الْعَفْوَ عَنْهَا ةشرُوْطٌ:):

  • Tidak merubah air yang telah tercampur najis-najis yang telah dimaafkan diatas (بِأَنْ لَا تُغَيِّرَ مَا وَقَعَتْ فِيْهِ).
  • Bangkai hewan diatas tidak dimasukkan (secara sengaja) ke dalam air setelah matinya (أَنْ لَا تُطْرَهُ بَعْدَ مَوْتِهَا). Kecuali bangkai itu masuk ke air karena:
    • Angin atau hewan lain (إِنْ كَانَ الطَّارِحُ لَهَا رِيحًا أَوْ بَهِيْمَةً),
    • atau juga dimasukkan oleh anak kecil yang belum tamyiz menurut al-Khatib asy-Syirbini (قَالَ اْلخَطِيْبُ: أَوْ غَيْرُ مُمَيِّزٍ).

Air yang tumpah pada najis (وَارِدًا عَلَي النَّجَاسَةِ) tidak menjadi najis, kecuali:

  • Air yang tumpah itu berubah (إِنْ تَغَي{َرَ). Bila air itu tidak berubah maka tetap suci.
  • Atau bertambah beratnya karena bercampur dengan najis (أَوْزَادَ وَزْنُهُ بِسَبَبِ مَا خَالَطَهُ مِنْ النَّجَاسَةِ). Bila air itu tidak bertambah beratnya maka tidak najis.
  • Atau tempat (yang ada najis) dimana air menetes itu tidak menjadi suci (أَوْ لَمْ يَطْهُرْ الْمَحَلَّ الذِي وَرَدَ عَلَيْهِ). Bila tempat/sesuatu yang ditumpahi menjadi suci maka air yang tumpah itu tetap suci.

[Bagaimana hukum cairan yang lain?]

Ahmad asy-Syatiri:”Hukum cairan-cairan yang lain baik cairan itu sedikit ataupun banyak maka hukumnya sama dengan hukum air yang sedikit kecuali. Kecuali pada cairan-cairan yang lain ketika cairan itu tumpah pada sesuatu yang najis hukumnya tidak dibedakan dengan kondisi cairan itu pada umumnya. (artinya tidak ada pengecualian untuk kondisi cairan yang tumpah seperti pada kasus air yang sedikit).”

Misalnya susu maka hukumnya sama dengan air sedikit meskipun jumlah susu itu banyak. Dan Ketika susu itu tumpah pada sesuatu yang najis maka menjadi najis tanpa pengecualian.

[4] [Hukum air yang banyak]

Ahmad asy-Syatiri:”Bahwa hukum air yang banyak adalah air itu tidak menjadi najis hanya karena bersentuhan dengan najis, namun menjadi najis apabila berubah rasa, warna, dan baunya meskipun perubahan yang kecil. Dan hal itu sama saja baik najisnya merupakan najis yang dimaafkan (النًّجَاسَتُ الْمَعْفُوُّ) ataupun bukan.”

[Bagaimana bila perubahan pada air hilang?]

Ahmad asy-Syatiri:”Apabila perubahan pada air yang banyak (gara-gara terkena sesuatu yg najis) terjadi dengan sendirinya atau dengan penambahan air meskipun air yang ditambahkan adalah air musta’mal atau najis, maka air yang banyak itu menjadi suci. Namun (apabila hilangnya perubahan) karena penambahan bahan lainnya seperti misik dan za’faran (dua jenis parfum yang wanginya kuat), maka air itu tetap najis.”

Proses penambahan air untuk mensucikan air yang telah najis disebut mukaatsarah (مُكَاثَرَةُ).

[Bila tercampur najis namun warna, rasa, dan bau nya sama dengan air?]

Ahmad asy-Syatiri:” Bila masuk ke dalam air-yang-banyak najis yang sifat-sifatnya sama dengan air yaitu rasa, warna, dan bau nya sama dengan air, seperti air kencing yang tidak ada baunya maka dianggap/ditetapkan (قُدِّرَتْ) seperti warna tinta (لَوْنِ الحِبْرِ), wangi misik (رِيْحِ الْمِسْكِ), dan rasa cuka (طَعْمِ الْخَلِّ). Jika terjadi perubahan ( فَإِنْ تَغَيُّرَتَقْدِيْرًا)   karena sifat-sifat yang ditetapkan tadi maka air yang banyak itu menjadi najis, jika tidak maka air itu suci.”

[Bila bercampur sesuatu yang suci pada air?]

Ahmad asy-Syatiri:” Bila bercampur ke dalam air, baik air-banyak maupun air-sedikit, maka ada beberapa kemungkinan:

  1. Apabila yang bercampur adalah sesuatu yang suci (طَاهِرٌ), bercampur tanpa bisa dipisahkan (مُخَالِطًا) dan air dapat terbebas darinya (يَسْتَغْنِي عَنْهُ) seperti parfum za’faran atau air bunga dan terjadi perubahan yang signifikan (تَغَيُّرًا كَثِيْرًا) pada air sehingga menghilangkan penamaan air secara mutlak (بِحَيْثُ يُسْلَبُ اسْمُهُ) maka tidak boleh bersuci menggunakan air tersebut meskipun air itu suci.

Dalam istilah lain, air ini hukumnya suci tapi tidak mensucikan.

  1. Apabila yang bercampur adalah sesuatu yang suci (طَاهِرٌ) dengan tiga kemungkinan kondisi berikut:
    1. bercampur secara mujaawir (مُجَاوِرًا) yang masih dapat dipisahkan seperti batang atau dahan pohon.
    2. tidak dapat dihindari (لَا يَسْتَغْنِي المَاءُ عَنْهُ) seperti sesuatu yang bercampur pada tempat penyimpanan (مَقَرُّهُ) atau tempat mengalir (مَمَرُّهُ),
    3. Atau perubahan yang terjadi perubahan yang sedikit sehingga tidak menghilangkan penamaan air secara mutlak (كَانَ التَّغَيُّرُيَسِيْرًا لَا يُسْلَبُ الْاِسْمُ),

maka air tetap suci dan boleh bersuci dengan air tersebut.

  1. Apabila yang bercampur tersebut suci (طَاهِرٌ) dan memiliki sifat-sifat yang sama dengan air (warna, rasa, dan bau) seperti air bunga yang telah hilang wanginya (مَاءُ الْوَرْدِ الْمُنْقَطِعُ الرَّاءِحَتُهُ), maka ditetapkan dengan sifat-sifat pertengahan seperti warna sirup (لَوْنِ الْعَصِيْرِ), rasa buah delima (طَعْمِ الرُّمَّانَ), dan wangi yang lembut (رِيْحِ الَّادِنِ). Jika dengan sifat yang ditetapkan itu (diperkirakan) terjadi perubahan(فَإِنْ تَغَيُّرَتَقْدِيْرًا)  dengan sifat-sifat yang menyebabkan hilangnya penamaan air secara mutlak maka tidak boleh bersuci dengan air tersebut, apabila tidak terjadi hal itu maka boleh bersuci dengan air tersebut.

 الحمدلله و الصلاة و السلام علي رسول الله


 


Leave a comment

Categories