Posted by: tsdipura | August 28, 2021

َMakruhnya Qaza – memotong sebagian rambut dan membiarkan yang lain.

Gambar yang beredar di beberapa grup Whatsapp tentang larangan Qaza’

Gambar diatas beredar di beberapa grup Whatsapp. Gambar ini mengingatkan tentang larangan untuk melakukan qaza’ dengan menukilkan hadits shohih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim.

Alhamdulillah, beredarnya gambar seperti ini di media sosial insyaAllah mewakili semangat untuk menyebarkan hukum Islam atau menghidupkan sunnah Rasuulullah shallallahu’alaihi wasallam.

Lebih jauh, tulisan ini sekedar ingin melengkapi informasi fiqih terkait gambar diatas. Terutama lebih jauh tentang apakah larangan itu berarti HARAM, atau MAKRUH. Untuk itu kita akan mengambil pelajaran dari buku para ulama kita.

Dari buku MATAN FIQH:

Dalam matan-matan fiqh langsung disebutkan kesimpulan hukum tentang qaza’ yaitu MAKRUH. Buku-buku matan seperti ini memang diperuntukkan untuk pemula dengan langsung memberikan kesimpulan dari para ulama. Kesimpulan hukum bahwa qaza’ adalah makruh setidaknya disebutkan dalam dua matan fiqh berikut:

  • Matan fiqh Umdah as-Saalik (karya Abul Abbas Ahmad bin Lu-lu bin Abdillah Ibnu Naqib,702-769H) dalam Bab Thoharoh Bagian Kebiasaan-kebiasaan fitrah (خِصَالُ الْفِطْرَة) disebutkan ‘…dan dimakruhkan al-qaza’ (وَيُكْرَهُ الْقَزَع). Setelah menyebut hukumnya penulis Umdah as-Salik juga menambahkan bahwa Qaza’ adalah memotong sebagian rambut kepala dan membiarkan yang lainnya (وَهُوَ حَلْقُ بَعْضِ الرَّأْسِ وَ تَرْكُ بَعْضِهِ).
  • Matan fiqh al-Muqaddimah al-Hadhramiyyah (karya Abdullah bin Abdurraham Bafadhl al-Hadrami, 850-917H) dalam Bab Thoharoh Bagian Kebiasaan-kebiasaan fitrah (خِصَالُ الْفِطْرَة) menulis sama dengan Ibnu Naqib diatas ‘…dan dimakruhkan al-qaza’ (وَيُكْرَهُ الْقَزَع).

Dari buku SYARAH terhadap Matan Fiqh:

Buku-buku syarah/penjelasan adalah konsumsi lanjutan bagi para pembelajar fiqih. Dalam buku ini bisa kita dapatkan penjelasan lebih jauh dibalik kesimpulan hukum yang didapat pada buku MATAN.

Pertama, syarah terhadap Umdah as-Saalik yang ditulis Prof. Diib al Bugha hafizhahullah bernama Tashiil al-Masaalik (تًسْهِيْلُ الْمَسَالِك بِشَرْحِ وَ تَهْذِيْبِ عُمْدَةِ السَّالِكِ وَعُدَّةِ النَّاسِكِ) . Prof. Diib al-Bugha hafizhahullah adalah ulama Syiria yang saat ini masih hidup dan produktif memberi penjelasan terhadap karya-karya ulama klasik. Dalam buku ini sebagai penjelasan lebih jauh terhadap isi matan Umdah as-Salik yang hanya menyebut kesimpulan bahwa hukumnya MAKRUH, Prof. Diib al-Bugha menambahkan komentar Imam Nawawi berikut:

قال النووي رحمه الله تعالي في شرح صحيح مسلم : و مدهبنا كراهته مطبقا للرجل و المرأة, معموم الحديث, والحكمة في كراحته أنه تشويه للخلق . و قيل: لأنه زي اليهود, وقد جاء هذا في رواية لأ بي داود, و الله أعلم

Imam Nawawi berkata pada karyanya Syarah Shohih Muslim: “Dan madzhab kami (madzhab Syafi’i) menghukumi qaza’ sebagai sesuatu yang makruh bagi laki-laki maupun perempuan karena hadits diatas yang umum. Dan hikmah dari makruhnya qaza’ karena qaza’ termasuk bentuk merubah ciptaan Allah (tasywiih). Juga dikatakan hukumnya makruh karena itu adalah model rambut khas nya orang yahudi sebagaimana disebutkan dalam riwayat lain dari Abu Dawud. Wallahu’alam.”

Di buku Tashiil al-Masaalik ini Prof. Diib tidak menerangkan dari mana komentar Imam Nawawi ini diambil berbeda dengan apa yang Beliau tambahkan dalam karya lain yang lebih banyak informasinya. Hal ini sesuai penjelasan Prof.Diib al-Bugha dalam muqaddimah buku Tashiil al-Masaalik ini bahwa memang buku ini adalah syarah yang sifatnya sederhana saja, hanya memberi sedikit penjelasan. Prof. Diib al-Bugha juga sebelumnya melakukan syarah terhadap Umdah as-Salik dengan lebih mendalam dalam karyanya Tanwiir al-Masaalik (تَنْوِيْرُ الْمَسَالِك بِشَرْحِ وَأَدِلَّةِ عُمْدَةِ السَّالِك). Sayangnya saat ini saya belum punya koleksi kitab ini.

Kedua, syarah terhadap Matan al-Muqaddimah al-Hadramiyyah diatas yaitu al-Hadiyyah al-Mardhiyyah ( الهَدِيَّةُ الْمَرْضِيَّةُ بِشَرْحِِ وَأَدِلَّةِ الْمُقَدِّمَةِ الْحَضْرَمِيَّةِ) yang juga karya Prof. Diib al-Bugha hafizhahullah. Syarah al-Hadiyyah ini jauh lebih lengkap dimana Prof.Diib banyak memasukkan dalil-dalil tambahan untuk menjelaskan matan. Meskipun sayang sekali, cakupan matan al-Muqaddimah al-Hadramiyyah hanya Kitab Ibadah, sehingga penjelasan dalil lengkap dari Prof. Diib al-Bugha pada kita al-Hadiyyah ini pun hanya untuk Kitab Ibadah.

Untuk menerangkan kesimpulan matan tentang hukum qaza’ yang makruh Prof. Diib al-Bugha menambahkan keterangan:

  • Hadits tentang larangan qaza’ dari sahabat Ibnu Umar berikut:

عن ابن عمر رضي الله عنهما قال: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلي الله عليه و سلم يَنْهَي عَنِ الْقَزَع

Dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, ia berkata: Saya mendengar Rasuulullah shallallahu’alaihiwasallam melarang qaza’.

yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari pada Kitab Pakaian () Bab Qaza’ no.5576. dan Imam Muslim pada Kitab Pakaian dan Perhiasan () Bab Makruhnya Qaza’ () no. 2120.

  • Penjelasan Imam Nawawi terhadap hadits diatas sebagaimana yang Prof. Diib al-Bugha nukil dalam buku syarah pertama diatas.
  • Riwayat tentang perkataan Anas bin Malik dari Kitab at-Tarajjul Bab Tentang Rukhshoh setelah Bab: Rambut Depan/Poni (الذؤبة)

عن الحجاج بن الحسان قال: دخلنا علي أنس بن مالك رضي الله عنه, فحدبثتني أختي المغيرة قالت: و أنت يومئذ غلام ولك قرنان, أو قصتان, فمسح رأسك, و يرّك عليك, و قال: احلقوا هذين, أو قضّو هما, أإن هذا زي اليهود.

Dari Hajaaj bin Hasaan ia berkata: Dulu kami mendatangi Anas bin Malik radhiyallahu’anhu. Lalu saudariku al-Mughirah berkata: Saat itu kamu masih kecil dengan dua ‘tanduk’ atau dua poin (bagian depan kepala) maka Anas bin Malik mengusap kepalamu, mengurainya kebelakang, lalu berkata: cukur atau potong dua poni ini, sesungguhnya ini adalah tradisinya yahudi.

Penutup

Dari penjelasan-penjelasan diatas kita dapat mengetahui kesimpulan hukum bahwa Qaza’ adalah MAKRUH dengan landasan berikut:

  • Larangan Rasuulullah shallallahu’alaihiwasallam dalam hadits Ibnu Umar tentang larangan qaza’ sebagai nash utama.
  • pemahaman Imam Musliim yang memberi nama bab ketika menempatkan hadits ini dengan Bab Makruhnya Qaza’, dan memang fiqih/pemahaman para ulama hadits tentang perkaran fiqih diantaranya dapat dilihat dari penamaan bab dalam buku mereka.
  • Lalu komentar Imam Nawawi yang menyatakan hukumnya makruh sekaligus menyampaikan hikmah bahwa itu makruh karena bentuk mengubah ciptaan Allah (tasywiih) dan merupakan kebiasaan yahudi.
  • riwayat tentang perkatan Anas bin Malik yang menyuruh Hajaaj bin Hasaan yang saat itu memiliki dua poni dibagian depan (yang difahami selain dua poni ini bagian rambut lainnya tidak ada atau sangat pendek) untuk mencukur dua poni nya ini karena itu adalah kebiasaan orang yahudi.
  • buku-buku Matan fiqih yang memberikan kesimpulan hukum ini. Kesimpulan hukum yangdisampaikan ulama dalam kitab-kitab Matan Fiqh yang diakui sebeneranya cukup menjadi hujjah atau landasan amal bagi para pembelajar pemula atau pun orang-orang awal secara umum dari kalangan kaum muslimin.

Informasi lebih detail tentang hukum larangan, apakah HARAM atau MAKRUH, juga penting untuk diketahui agar dapat bersikap adil. Yaitu dapat menempatkan sesuatu pada tempatnya, karena tentunya sikap kita berbeda untuk sesuatu yang haram dibandingkan sesuatu yang makruh. Sebagaimana memudah-mudahkan sesuatu yang makruh adalah kesalahan, begitupun ketika memberat-beratkan yang makruh seakan seperti suatu hal yang haram juga tidak tepat. Wallahu’alam.


Leave a comment

Categories